Perahu kecil yang saya sewa mulai menyusuri kawasan nelayan di Muara Angke yang bertolak dari kawasan Suaka Margasatwa kawasan ini. Karena yang ukuran panjangnya kurang dari tiga meteragak bermusuhan dengan ombak yang tidak terlalu besar sekalipun sehingga mudah terombang ambing. Bagusnya pemadangan barisan kapal nelayan yang warna warni mulai terlihat di tepian laut yang begitu kotor dengan berbagai sampah plastik maupun organik sehingga membuat warna laut menjadi kehitaman dan berbau tidak sedap.
Kawasan ini berada di Kelurahan Pluit, Kecamatan Pejaringan di wilayah Jakarta Utara. Mungkin orang Jakarta sendiri jarang mendengar adanya komunitas nelayan di daerah ini. Maklum kalau banyak orang tak tahu karena kehidupan nelayan rasanya agak kontradiktif dengan modernitas perkotaan. Eksistensi kampung nelayan di kawasan Angke mungkin telah terpinggirkan, namun di sinilah para nelayan yang kebanyakan datang dari kota2 di pantai Utara seperti Cirebon dan Indramayu menghiasi kehidupan Jakarta dan memasok produk laut kesukaan penduduknya.
Kebanyakan para nelayan di sini merupakan para pendatang musiman terutama para buruhnya. Mereka bermigrasi ke Jakarta saat musim tanam atau panen telah habis di daerahnya dan menjadi pekerja musiman kepada para pemilik kapal. Tidak semua dari pendatang itu pergi melaut, sebagian bekerja sebagai buruh pengupas kerang hijau atau udang serta pekerjaan lain yang berhubungan dengan kehidupan nelayan tentunya.
Di samping warna warni perahu yang semarak di banyak tiang2nya masih terdapat bekas2 atribut kampanye partai politik dan pemilihan Presiden walau pesta demokrasi ini telah usai. Di kawasan ini juga terdapat Suaka Margasatwa Muara Angke dengan hutan2 bakau, sebuah ekosistem mangrove terakhir di pantai Jakarta yang banyak dihuni kera ekor panjang dan berbagai jenis burung. Area hutan bakau di sini tidak terlepas dari pekatnya polusi yang mengubah sebagian tempat menjadi rawa terbuka.
Saat perahu sudah mulai memasuki lautan bebas, nun jauh di sana sebuah blok apartemen mewah menjulang tinggi. Kawasan ini memang dikelilingi oleh komplek perumahan elit yang tentu punya infrastruktur yang jauh lebih bagus. Sebuah kontras kehidupan para nelayan di sini yang seolah kehadirannya tidak begitu dikehendaki. Ini sebagian foto2 yang saya abadikan di kawasan ini.
* * * *
November 10, 2009 at 3:05 pm
Benar2 kontradiktif. Kira2 apa yang ada di benak mereka saat melihat apartemen2 mewah itu? Tingkat kesenjangan yang terlalu tinggi di ibu kota
November 15, 2009 at 2:09 am
spt biasa, very bery nice photos om!
November 18, 2009 at 8:05 pm
Your photos capture the bittersweetness of Jakarta so perfectly… but who knows.. perhaps those fishermen live a simple and happy life. Those who live in big apartments and who seem to have everything can still feel unhappy. It’s all a state of mind 🙂
November 21, 2009 at 8:07 pm
Hi pak, salam kenal. saya senang membaca blog sampean, foto-fotonya berkualitas dan berkarakter. nice blog :d
November 29, 2009 at 12:30 am
muara angke di photo bagus juga ya pak, yg bagus photographernya
December 13, 2009 at 2:30 pm
Ternyata udah ke sana toh. :))
January 4, 2010 at 6:38 am
Foto2mu selalu menarik…memperlihatkan kehidupan nelayan dari dekat….kadang kehidupan sederhana membuat orang juga berpikir sederhana, tidak aneh-aneh dan mungkin lebih bahagia
January 29, 2010 at 8:19 pm
pak tanya donk, itu foto burung nya pake lensa apa yah 😀
July 19, 2010 at 3:48 pm
wah keren2 fotonya pak…,,