Saya selalu menekankan bahwa memotret arsitektur itu merupakan latihan mengasah kepekaan mata kita terhadap bentuk. Bahwa sebongkah bangunan yang merupakan benda mati bisa kita “hidupkan” melalui kejelian mata kita mengambil sudut pandang yang menarik. Saya belajar motret serius dimulai dengan mengabadikan bangunan atau gedung yang bertebaran di kota Bandung. Berdasarkan pengalaman pribadi, inilah latihan fotografi yang sangat efektif untuk mengasah kemampuan kita belajar komposisi, pencahayaan, distorsi, sudut pandang atau perspektif.
Berburu foto arsitektur tidak kalah mengasyikan dengan memotret makananΒ walau perlu banyak pengorbanan. Pertama, harus tahu ramalan cuaca hari itu. Kalau mendung biasanya saya membatalkan niat karena cuaca yang tidak bersahabat membuat hasil foto datar tanpa dimensi. Saya selalu mendambakan cuaca yang panas terik dan langit yang biru beserta gumpalan awan putih. Ini kondisi ideal karena hasil foto biasanya lebih nge-jreng.
Kedua, harus kuat jalan karena seringkali lokasinya seperti di Bandung lebih asyik dijelajahi dengan jalan kaki dibandingkan dengan naik kendaraan. Kalaupun harus menggunakan kendaraan maka motor adalah pilihan utama karena alasan praktis dan tidak usah cari-cari tempat parkir dulu.
Ketiga sabar menanti. Menunggu matahari tenggelam saat “golden hours” kadang membosankan, apalagi lembayung kuning keemasan tak juga muncul. Seringkali gagal menunggui momen ini dan terpaksa harus puas dengan hasil seadanya seperti foto di atas.
Keempat harus bisa berdiplomasi dengan para Satpam yang seringkali melarang kita mengabadikan gedung mereka dengan alasan harus ada izin. Ini agak susah, daripada berantem mending mengalah, percuma adu mulut sama petugas yang cuma menjalankan tugas. Seringnya sih foto tanpa ijin, pas mereka datang langsung kabur deh.
Kelima, perlu lensa lebar atau wide. Beberapa foto arsitektur saya yang ada di Flickr sebenarnya hanya menggunakan digital compact camera karena sudutnya yang 24mm (Canon Ixus misalnya). Bagi yang punya DSLR Canon seperti saya bisa menggunakan lensa kit yang 18-55/f2.5-5.6 dan itu sudah sangat memadai.
Foto arsitektur tidak perlu bukaan lebar seperti f2.8 karena biasanya dijepret saat siang hari dan bisa menggunakan tripod kalau waktunya menjelang senja. Lensa favorit lainnya seperti Tamron 17-50mm/f2.8 (sudah saya jual pada tetangga sebelah) adalah pilihan yang bisa dipertimbangkan. Kalau ingin menghasilkan foto dengan saturasi warna yang sangat cantik saya merokemendasikan lensa Canon EF17-40/f4L USM. Ini salah satu lensa terbaik dari Canon dan cocok bagi yang senang dengan foto arsitektur dengan bukaan yang lebar. Ini lensa favorit saya karena ringan dan bisa menghasilkan kualitas foto yang saya posting di sini.
Keenam, memotret arsitektur itu tidak sekedar menghasilkan gambar yang bagus. Fotografer dituntut untuk tahu sejarah bangunan tersebut, siapa arsiteknya, gaya bangunan, untuk keperluan apa dan apa kaitannya dengan lansekap kota yang bersangkutan. Setiap gedung selalu menyimpan sejarah dan akan sangat menarik kalau kita bisa menggali informasi tersebut tentunya.
Ketujuh, faktor keamanan harus juga menjadi pertimbangan. Harga kamera dan lensa yang mahal tentu akan menarik perhatian orang yang berniat jahat. Karena wajah saya sudah “serem” bisanya saya berani motret sendirian, tapi untuk menghindari resiko lebih baik memotret secara berkelompok terutama untuk lokasi seperti di Jakarta.
Itu saja dulu semoga bisa memberikan inspirasi betapa mengasyikan bidang foto yang satu ini dan masih jarang peminatnya.
Salam π
* * * * *
Keterangan:
- Semua foto arsitektur diambil dengan Canon 40D + Canon EF 17-40mm/f4L USM, foto lensa dengan Canon EF 24-70mm/f28L USM)
- Foto 1 : Gedung Bank Indonesia Bandung, di jalan Braga. Arsitek Edward Cupyers dibangun sekitar tahun 1931.
- Foto 2: Gedung Jiwasraya, Jl. Asia Afrika 53 Bandung. Dulunya Nederlanche Indische Levens Verzekiring En Lijfren Maatcaappij (NILLNY) perusahaan asuransi Belanda. Tidak diketahui nama arsiteknya, diperkirakan dibangun tahun 1895.
- Foto 3 : Bay Bridge San Francisco, diambil dengan kamera poket Canon Ixus 950 IS
- Foto 4 : Gedung LKBN Antara karya AF Albers, dibangun tahun 1925. Lokasi Jalan Braga Bandung.
- Foto 5 : Jembatan Pasupati Bandung, sepanjang 2.3km melintasi Jalan Pasteur, Cikapayang, dan Surapati.
December 31, 2008 at 2:35 am
Foto 2, bener2 ‘golden hours’. Langit masih biru, sementara lampu2 sudah menyala. Top!
Ada tips gak, supaya detail langit bisa tertangkap? Atau memang tergantung cuaca?
December 31, 2008 at 5:10 pm
Setuju sekali, bangunan bisa bicara banyak. Foto langit yang begitu biru bikin iri saja, susah menemui sebiru itu di Jakarta. Untuk ini bukan kesabaran lagi yang dibutuhkan, melainkan keberuntungan.
Terima kasih tips-nya Mas Toni.
December 31, 2008 at 5:53 pm
ah masak sih wajah jij “seram”??? perasaan daku lebih sangar hahaha! Lihat foto Toni daku jadi minder sama hasil foto bareng kita di Bandung π
January 7, 2009 at 8:55 am
keren2 photonya…..
salah satu yang bikin saya kadang takut untuk hunting sendirian yah takut ada orang yg berniat jahat…..
jadi yah kadang kemana2 dah bawa kamera, tapi karena ada perasaan takut itu, kamera akhirnya “ngendon” di tas,gak jadi dikeluarin.
btw, salam kenal mas toni wahid….
flickrnya juga keren2 photonya… π
January 9, 2009 at 3:59 pm
hunting ? wah dengan senang hati…..saya bisa belajar banyak dari mas toni wahid tentang photography….
ditunggu undangannya π
January 16, 2009 at 10:21 pm
Gedung BI Bandung adalah salah 1 gedung yg paling kusuka d Bandung. Wah klo hasil foto dr kameraku kok awannya ndak bisa keliatan segitu indahnya ya π¦ *Ya iyalah…beda jauuuhhh kameranya π
October 14, 2009 at 7:52 am
ada dua kutipan yang bisa menjelaskan tentang sejarah gedung jiwasraya, saya sendiri lebih mengacu pada kutipan yang kedua
Built in 1859 for Nederlanche Indische Levens Verzekiring En Lijfren Maatcaappij (NILLNY) a Ducth insurance company. Located at Jalan Asia Afrika 53 Bandung. (http://arsitekturbandung.wordpress.com/category/office/)
Gedung Nederlandsch Indische Levensverzekering en Lifrente Mij (NILLMIJ) dibangun pada tahun 1914 di Grote Postweg (Jln Asia Afrika). Gedung ini dirancang oleh arsitek Ir.Snuyf dan Ir.F.L.Wiemans dengan gaya arsitektur Indo Europeesche StiJln. Tumpukan rooster (dinding kerawang) tampak mendominasi sisi depan bangunan agar sirkulasi udara dapat berfungsi dengan baik. Balkon menghadap ke arah Grote Postweg (Jln Asia Afrika) ditempatkan pada lantai dua. Pemerintah mengambil alih NILLMIJ dan menjadikannya perusahaan asuransi PT Jiwasraya pada tahun 1960-an.
October 14, 2009 at 8:02 am
Kantor Asuransi ,,Jiwasraya” dibangun pada tahun 1925 oleh arsitek Ir. Thomas Herman Karsten. Karsten mencermati kondisi alam dan iklim dengan baik, sehingga dia telah merencanakan bangunan yang sesuai dengan iklim setempat. Pada bangunan ini dilengkapi dengan selasar yang mengelilingi bangunan. Selasar berupa teras dan balkon ini berfungsi sebagai perlindungan bangunan terhadap sinar matahari, penghasil efek bayangan dan melindungi bangunan dari curah hujan yang tinggi. Lubang-lubang
ventilasi direncanakan dengan menggunakan sistem ventilasi silang secara vertikal dan horisontal.
Dinding bangunan sudah tidak lagi menggunakan dinding yang tebal.
Gambar 4. Kantor Asuransi ,,Jiwasraya” Dibangun tahun 1925, Foto tahun 1930
sumber: DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 32, No. 2, Desember 2004: 138 – 149 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/138
KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN KOLONIAL BELANDA
DI SEMARANG, L.M.F. Purwanto., Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata