A dance style associated with the Javanese city of Cirebon, “Topeng Cirebon” is essentially a solo art. Each scene depicts a specific character. Each of those characters, in turn, is associated with a mask. Although the masks do suggest states of virtue or villainy, characterization is revealed primarily through movement. (New York Times, February 5, 1991)
Mimi Rasinah tentu bukan seniman sembarangan, inilah maestro tari topeng Cirebon yang sudah mengabdikan hampir seluruh usianya dalam bidang ini. Di usianya yang sepuh (79) ia harus terbaring karena penyakit stroke yang dideritanya sejak tahun 2007. Di desa Pekandangan Kabupaten Indramayu yang dipenuhi pohon rindang saya mengetuk pintu rumahnya yang sangat sederhana dan bertemu dengan penari topeng Cirebon legendaris ini.
Rumah sekaligus sanggar tari Mimi Rasinah dibangun kembali tahun 1999 atas bantuan seorang Jepang karena sempat runtuh. Di sampingnya sebuah ruangan semi permanen yang dindingnya banyak dihiasi bilik berlubang. Beberapa topeng Cirebon yang bewarna merah tergeletak begitu saja berjajar dengan berbagai penghargaan, piala, dan sertifikat perhargaan dari berbagai pihak beserta peralatan gamelan.
Kondisi yang menyedihkan ini seakan sebuah kontras hitam putih dibandingkan dengan pencapaian nama Mimi Rasinah yang sudah melanglang buana ke banyak negara dan dijadikan objek penelitian di berbagai Universitas dunia. Di sanggar inilah tempat Aerli Rasinah (cucu) melatih tari topeng Cirebon yang sakral kepada para anak petani dan nelayan Indramayu setiap minggunya.
Ade Jayana, suami Aerli yang juga salah satu penari lulusan STSI bercerita bagaimana dua alat gamelannya sudah dicuri dua kali dalam waktu yang sangat berdekatan. Penampilannya baru2 ini di sebuah acara kantor pemerintah masih belum dibayar sementara bantuan pengobatan Mimi sudah terhenti. Saat ini mereka hanya mengandalkan panggilan orang2 yang ingin mementaskan kesenian ini dengan bayaran yang diusahakan cukup untuk menghidupi kesenian tradisional yang tengah berjuang melawan komersialisasi seni modern.
Sejak Desember 2007, Mimi terserang stroke dan Ade hampir menjual topeng2 Cirebonnya untuk membiayai pengobatannya. Bantuan dari pemerintah, politisi, dan kalangan seniman segera datang setelah koran lokal menceritakan nestapa seniman besar ini. Menurut Wacih, satu2nya anak Mimi, Kondisi ibunya sudah agak mendingan. Ia sudah bisa tersenyum dan berkomunikasi walau hari2nya dihabiskan di tempat tidurnya.
Wacih, berulang kali tak kuasa menahan air matanya sambil menatap Mimi. Ceritanya mengenai gerakan tari topeng Cirebon yang mistis harus terhenti. Ia tak kuasa melanjutkan kenangan saat Mimi masih sehat dan mampu membius penonton dalam tarian Panji yang bertempo lambat, tapi dengan bunyi gamelan yang bergemuruh.
Mimi yang lemah masih bisa menunjukan koleksi topeng2nya yang sudah berusia puluhan hingga ratusan tahun kepada saya. Topeng Panji, Kelana, dan Samba yang telah menemaninya sepanjang hidupnya ia perlakukan dengan rasa hormat. Itulah topeng Cirebon yang menurut Prof Jakob Sumardjo merupakan gambaran puitik tentang hadirnya alam semesta serta umat manusia. Sang Hyang Tunggal yang merupakan ketunggalan mutlak tanpa pembedaan, berubah menjadi keanekaan relatif yang sangat berbeda-beda sifatnya. (koran Pikiran Rakyat, 29/01/2004).
Kini tanggung jawab berada di pundak Aerli sang penerus tradisi luhur ini yang telah manggung hingga ke Kanada. Ia mungkin tahu bahwa tugasnya tentulah tidak ringan, tapi seni tari topeng Cirebon diharapkan akan selalu hadir sebagai salah satu sumber spritualitas di tengah masyarakat sebelum ia termajinalisasikan.
Tulisan ini hannya sekedar rasa terima kasih kepada Mimi Rasinah dan keluarganya akan sumbangan mereka yang tidak ternilai dan telah mengilhami banyak orang dengan karya besar mereka dalam khazanah budaya negeri kita.
Untuk Mimi Rasinah, aset bangsa kita.
Tags: aerli, cirebon mask dance, mimi rasinah, tari topeng cirebon, tari tradisional, wacih
June 13, 2009 at 9:53 pm
I think Mimi Rasinah has been a very successful woman either in her career and family life. She did her job passionately, with love and dedication, and she did it not because of money or fame but because of her love in Topeng Cirebon dancing. She continued to pass on this passion to her grandson, who kept the tradition and this rare-to-be-found profession so that it keeps on existing in the country where it almost rarely ever appreciate traditional art and culture anymore.
Thanks for sharing this story, Toni. These people are the forgotten heroes, the true essence of real Indonesia, who love and dedicate themselves to their country wholeheartedly.
June 14, 2009 at 1:30 am
nice 🙂
June 14, 2009 at 10:48 am
Ton, sedih banget baca tulisan tentang Maestro tari kita yg nasibnya nelangsa banget. Alangkah sulitnya menempatkan seniman sebagai aset bangsa di negara kita. Lihat saja nasib Gesang, NH Dini …
kalau saja Ibu Mimi ini WN Jepang mungkin beliau saat ini tidak menderita seperti yang Toni ceritakan. Pemerintah kita memang tidak terbiasa menghargai budaya dan karya anak bangsa. Yang paling sering diurusi justru yg gak penting seperti fatwa ini itu…Mudah2an tulisan Toni dibaca juga oleh orang yg punya kepedulian tinggi terhadap nasib Ibu Mimi. Sekali lagi bravo untuk tulisan yg sangat bagus ini Kang Toni!
April 3, 2010 at 6:33 pm
kak El.
kakak menulis “Lihat saja nasib Gesang, NH Dini …”. emangnya Gesang sama NH Dini kenapa sih? nasibnya sama kayak maestro Mimi, yang miskin dan hidup sakit-sakitan tanpa tangan pemerintah?
April 3, 2010 at 6:34 pm
kak El.
kakak menulis “Lihat saja nasib Gesang, NH Dini …”. emangnya Gesang sama NH Dini kenapa sih? nasibnya sama kayak maestro Mimi, yang miskin dan hidup sakit-sakitan tanpa tangan pemerintah?
June 15, 2009 at 4:46 pm
Yah El, memang kebanyakan begitulah nasib seniman Indonesia. Dihargai & dipuja selagi masih dipuncak ketenarannya tapi begitu tua sepertinya jasa mereka ‘dilupakan’.
Yang aku tahu, tari Panji Kelana ini susah banget ditariin karena karakter topengnya yang konon berat untuk dijiwai.
Thanks mas Toni udah share ttg ibu Mimi yang sampai hari tuanya tetep aktif melestarikan budaya Cirebon yang menurutku sangat unik (campuran Sunda & Jawa pesisiran).
June 16, 2009 at 6:47 pm
Aku suka dengan pilihan gaya berceritanya. Ada ‘aroma’ keterikatan emosional antara penulisan dan obyek yang ditulis.
Ringan, tapi nendang (isitilah ini aku pinjam dari seorang kawan)
June 17, 2009 at 11:14 am
Salut mas Toni, masih bisa menyempatkan diri untuk bersilahturahmi dengan sang maestro yang mulai dilupakan banyak orang. Mudah-mudahan tulisan ini bisa memperpanjang silahturahmi dan mengingatkan bangsa kita, bahwasanya ada seniman-seniman yang masih konsisten berjuang mempertahankan kebudayaan asli bangsa kita ditengah himpitan modernisasi yang melanda. Thanks. 🙂
June 19, 2009 at 7:57 pm
kalo ngak salah didik nini thowok pernah belajar dari sini ya?
nasip seniman donesia tradisional kok mengenaskan ya?
June 22, 2009 at 11:24 pm
Saya pernah lihat dulu tarian Mimi Rasinah waktu masih aktif…
luar biasa dan sangat berkharisma
Thanks for sharing this Toni. Kalo mau jalan2 seperti ini, ajak2 dong 🙂
December 21, 2009 at 10:26 am
mi2………..nie saya murid tari mi2,klo leh saya jujur saya kgn sama gerak tari yang khas dari seorang mi2 rasinah .
pha lagi wkt saya baru belajar nari di sanggar mi2 ,saya meluhat mi2 sangat sabar mengajarkan suatu tarian kpd anak2.
December 23, 2009 at 7:01 pm
Hi Toni,
Thanks for this very great story…
I am a theatre actor in france, and i looking for the traditional mask of cirebon. We have a project to make a mask theatre whit different influence.i will go in Java island, and i would like to meet Mr Mimi Rasinah and is familly to keep some information about the tari topeng from Cirebon?
thanks.
January 21, 2010 at 6:01 pm
mas toni…
saya Mono dr Tabloid Nyata Jawa Pos…saya sedang mencari bahan untuk membuat feature tentang Aerli Rasinah. kebetulan saya menemukan blognya mas Toni.
mas, apakah saya bisa dibantu untuk nomornya Aerli Rasinah. Bantuan mas sangat saya harapkan. terimakasih banyak…
kalau ada nomornya bisa lewat imel saja atau nomer saya.
best regards,
Mono
Tabloid Nyata Jawa Pos
mon_tet@yahoo.com
0813 156 530 23
February 12, 2010 at 10:09 am
Saya ucapkan banyak terimakasih kepada mimi Rasinah yang mau menurunkan ilmunya pada yayu Aerli dan penerusnya semoga indramayu jaya kebudayaannya Amiiiiiiiiiiinn. dan pernah melihat tayangan di TV saya bangga sekali dengan gerak tarinya dan lagian kayanya pernah menyaksikan tari topeng di adat desa lelea yaitu Ngarot yaaaa maklumlah kitae baegah jarang balik meng Lea . Salam sing wong Lea sing ana ning Rangkasbitung Banten . matur kesuwun anggo mimi Rasinah lan yayu Aerli semoga jaya terus Aiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnn.
February 12, 2010 at 10:12 am
Bales ya yayu Aerli
August 7, 2010 at 5:28 pm
turut berduka cita atas meninggalnya sang maestro tari topeng indonesia….semoga almarhumah di terima di sisi Allah SWT…