Harian umum Kompas (edisi cetak dengan judul Dinterogasi Polisi Amerika Serikat hal. 36) ) hari ini menurunkan feature tentang pengalaman wartawan Indonesia yang diinterogasi oleh Polisi di Amerika. Ia diciduk petugas keamanan setempat karena mengambil foto2 di Penn Station. Akhirnya ia dibebaskan setelah diinterview selama berjam-jam, tapi pengalaman diinterogasi polisi sana tentu sama sekali tidak menyenangkan. Salah2 kita bisa mendekam lebih lama di sana karena dicurigai sebagai antek teroris. Keamanan di Amerika memang ketat apalagi di setiap pintu masuk seperti airport, dan nama saya “Wahid” bisa mengundang mereka untuk mengenal lebih jauh siapa saya.
Setiap berangkat ke Amerika perusahaan membekali saya dengan dua nama lawyer dari firma hukum di San Francisco yang on-call 24 jam. Alasannya untuk jaga2 kalau Homeland Security di Airport meragukan validitas dokumen perjalanan yang saya bawa dan terpaksa harus mendekam di sana untuk diinterogasi. Untungnya sejauh ini sih tidak pernah ketiban sial, tapi bukan jaminan bahwa pengalaman wartawan di atas bisa saja saya alami.
Setiap orang Indonesia, dewasa, pria, muslim, biasanya masuk dalam watch list dalam setiap permohonan visa yang harus di –clearence oleh Deplu sana. Walaupun saya sudah seringkali ke Amerika, tapi bukan menjadi jaminan untuk terhindar dari acara interogasi yang tidak menyenangkan. Petugas akan menanyai maksud dan tujuan datang ke Amerika, kontak yang bisa dihubungi, nomor kartu kredit, dan berbagai pertanyaan tentang latar belakang kita. Kalau semua sudah OK, baru mereka akan mencap paspor, tapi proses yang sama harus diulangi lagi pada saat kita akan meninggalkan Amerika. Ribet. Inilah buah yang dipetik gara2 peristiwa 9/11 dan banyak genuine traveler yang harus melewati proses pemeriksaan keamanan yang tidak menyenangkan.
Teman saya di sana yang kebetulan juga seorang aktivis hak2 sipil di American Civil Liberties Union (ACLU) mewanti-wanti agar tidak sembarang menjawab pertanyaan dari petugas terutama kepolisian. Sistem hukum Amerika mengijinkan polisi untuk mengorek menahan tersangka selama ada probable cause atau hal2 yang mencurigakan. Mereka akan memanfaatkan setiap celah untuk mendapatkan confession atau pengakuan dari tersangka apalagi tanpa kehadiran lawyer.
Salah satu klausul Miranda Rights adalah “hak untuk tidak berbicara (remain silent)”. Berbicara tanpa kehadiran lawyer akan menjadi peluru bagi polisi karena “anything you say can be used against you in the court of law”. Katanya, kalau ragu lebih baik diam dan minta untuk menghubungi lawyer karena polisi tidak bisa memaksa orang untuk berbicara.
Sistem hukum Amerika masih bisa dipercaya integritasnya karena menjunjung asas Habeas Corpus yakni pihak berwenang harus dapat membuktikan dipengadilan alasan penahanan dengan disertai bukti yang cukup. Tanpa ada bukti, you’re free to go. Tapi siapa yang mau sih terlibat perkara hukum di sana?
Tags: aiport security, asas habeas corpus, homeland security, miranda rights, secondary check
June 12, 2008 at 8:20 pm
Mas Toni,
Kalau nama “Wahid” sampai menjadi masalah, lain kali jangan lupa bawa foto Gus Dur pada saat beliau masih menjabat sebagai presiden dan bilang pada petugas imigrasi disana kalau Mas Toni masih saudara jauh Gus Dur 🙂 maksudnya jauuuuuuh sekaleee 🙂 Lihat wajah Mas Toni yg mirip Teuku Rafli juga pasti mereka gak berani menuduh Mas ini anggota kelompok garis keras atau apalah namanya. Percaya deh 🙂
June 12, 2008 at 9:02 pm
hmm menarik jg…ternyata ketat juga yah kalau mau masuk kesana seperti masuk ke sarang macan 🙂
June 12, 2008 at 10:36 pm
Wah, serem. Boleh bagi link nya di Kompas mas? Kalau ada versi onlinenya? Kok saya coba cari di websitenya nggak ketemu (nggak tau judul artikelnya juga)
Buat saya pribadi, kok saya ogah berkunjung ke Amerika, entah kenapa (padahal ada juga sanak saudara yang tinggal disana) mungkin juga takut merasa bego setiap kali apply visa dicurigain kaya kriminal (walaupun mata sipit begini 😛 dan katanya dapet visa relatif mudah kalo sudah pegang permanent residence di Eropa) lalu banyak banget yang bikin saya ilfeel sama Amerika (yang patut disalahin mungkin George W Bush! Hahaha) sama tipikal turis-turis Amerika yang jalan kemari selalu bikin saya ilfeel untuk mengunjungin negara mereka.
June 13, 2008 at 3:08 am
Enggak turis backpacker sih, tapi model2 loud Texans yang middle-aged, pake topi, kemeja kembang2, celana pendek, kamera di gantung di depan, baca peta sambil komentar gak penting yang kerasssssssss banget sampe bikin orang2 pada noleh. Yah bisa dikatakan norak lah.
June 13, 2008 at 9:51 am
saya sih males, lah di negeri sendiri aja males, apalagi di negara orang?
June 14, 2008 at 3:31 am
Only in America!
Yang ironis, ketatnya hukum seperti itu nggak mungkin ada yang mau nerapin di Indonesia, soalnya kita semua juga tau kalau disini yang ngomong itu duit, jadi hukum pun tunduk pada uang …
jadi inget lagunya Slank lol
June 15, 2008 at 5:57 am
hehehehe : D:D:D
pusing mikirin negara sendiri .. ngopi aja deh… (kemaren ga tahan akhirnya bikin kopi tubruk, karena udah lama nggak minum, hiks)
June 20, 2008 at 12:39 pm
Saya setuju sekali denga tulisan anda, dan ini menjadi tips serta peringatan bagi warga indonesia khususnya kalau mau berpegian di antero amerika. Akhir-akhir ini keamanan diperketat dari semua lini, mulai stations, Airports, seaports.
Case yang bapak wahid tulis benar, jika anda mendapatkan masalah dengan pihak keamanan, anda harus tenang untuk menjawab, dan kalau ragu2 mending tidak usah jawab. jawaban jujurlah lebih baik. anda akan mempunyai alasan lebih kuat jika anda jujur tidak berkelit dan bertele-tele. selamat datang di USA.