Archive for June, 2008

Melindungi, tapi juga bisa jadi pembunuh

June 26, 2008

Anjing favorit saya hanya satu jenis, Labrador warna kuning keemasan. Kepincut si lucu ini karena sering melihatnya di Golden Gate Park dan hasil baca2 literatur tentang trah retriever ini. Entah mengapa jenis anjing ini masih jarang penggemarnya di Indonesia, padahal Labrador selalu menempati urutan pertama sebagai anjing paling favorit di Amerika sejak tahun 1990. Makanya agak sulit mencari breeder atau Kennel Lab di Indonesia yang punya spesialisasi dan keahlian mengembangbiakan trah anjing ini. Sudah pesan di salah satu breeder di Jakarta, tapi harus menunggu beberapa bulan lagi sampai indukannya melahirkan.

Penggemar anjing di Indonesia masih terbatas pada anjing penjaga (German Shepherd/Herder, Doberman Pinscher, Rottweiler) atau jenis anjing “toy dogs”. Ada juga yang hanya sekedar ikut trend saat orang beramai-ramai mencari anjing Dalmatian (Dalmatiner) gara2 film 101 Dalmatians atu kesengsem Golden Retriever di film Air Bud. Agak tersentak membaca berita hari ini di koran Warta Kota yang memberitakan seekor anjing Rottweiler menggigit anak usia 1.5 tahun hingga kehabisan darah dan meninggal di Cengkareng Jakarta. Saat di Ipoh Malaysia saya harus menyaksikan seekor anjing Pitbul Terrier yang sampai digantung masyarakat setempat karena kasus yang sama. Jadi mengapa anjing bisa membunuh ? (more…)

Foto Saya di Flickr

June 22, 2008

pancoran1

Sebenarnya saya belajar fotografi agak serius sejak jaman kuliah di Bandung dan pernah menguasai cetak hitam putih di lab walau hasilnya kebanyakan gosong. Modal kamera cukup pinjam teman yang terpaksa berbaik hati sekedar “barter” saat ujian. Selain teman, kamera dari kantor juga sering diajak jalan2 , hingga akhirnya memutuskan untuk meminang kamera serius sejak tahun lalu. Buat yang mau beli kamera digital canggih tapi hanya untuk keperluan jepret teman2 yang pada narcist, cukup beli digital compact. Tekologi sudah maju, dan banyak kamera kecil punya kemampuan hampir menyamai kamera DSLR, jadi buat apa menenteng kamera ini yang beratnya dengan lensa bisa mencapai 1.5 kg !. Tapi kalau sudah kebelet, silakan beli dan bersiap menjebol uang lebih banyak lagi untuk keperluan lensa dan berbagai macam aksesorisnya yang mahal. Hobi ini membuat kantung terkuras, percayalah sebelum jatuh cinta dengan dunia fotografi. Ini foto2 menarik dan “aneh” termasuk yang diatas yang saya pajang di Flickr. Enjoy. (more…)

Bye bye hotel bintang lima

June 21, 2008

You don’t need to spend the nights  in the park to save cost, but do please avoid 5 stars hotel in order to cut your travel budget. Mungkin begitu kira2 pesan bos saya kepada seluruh anak buahnya untuk menggencarkan penghematan di semua lini. Ekonomi Amerika memang lagi gering dan perusahaan2 yang banyak melakukan travel bagi staffnya, termasuk kami, harus pintar2 menyiasati situasi ini. Di bawah ini beberapa hal yang biasanya kami lakukan untuk memotong biaya perjalanan yang semakin mahal. (more…)

Adang Amung : Sakit hati ini

June 18, 2008

Selain ibu Inggit, salah satu tetangga saya adalah Kang Adang Amung yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter saja dengan mantan rumah saya di jalan Sitimunigar Bandung. Kang Adang sebagaimana kami biasa memanggilnya adalah seorang penghayat sekaligus Ketua 1 Aliran Kebatinan Perjalanan (AKP), salah satu kekayaan khazanah agama/kepercayaan lokal yang ada di Indonesia dengan pengikut ratusan ribu di berbagai provinsi. Sebenarnya sudah lama saya ingin ngobrol santai dengan Kang Adang, tapi baru kali ini kami akhirnya bertemu setelah mencoba menghubunginya sekian lama. Ini hanya obrolan ringan pada hari Minggu yang lalu (15/06), tapi saya ingin mengangkat isu diskriminasi terhadap kalangan minoritas khususnya terhadap pemeluk aliran kepercayaan yang sudah jadi silent victims sejak jaman Orba hingga sekarang. (more…)

Inggit Garnasih

June 16, 2008

Saya beruntung pernah melihat ibu Inggit Garnasih, istri proklamator Ir. Soekarno. Rumahnya yang bersahaja terletak di Jalan Ciateul no. 8 (sekarang namanya jalannya diganti dengan nama Inggit Garnasih) sangat berdekatan dengan tempat tinggal saya dulu di Bandung, jalan Sitimunigar. Sejak ibu Inggit meninggal, rumahnya dibeli Pemda Jabar , direnovasi, dan direncakan akan dijadikan museum yang entah mengapa tidak terlaksana hingga sekarang. Saat ini rumah ini hanya ditunggui penjaga dan dibiarkan kosong. Di depannya para pedagang kaki lima yang semrawut seolah tak hirau dengan situs yang bersejarah ini.

Rumah yang saya ambil fotonya adalah hasil renovasi Pemda Bandung. Jangan dikira bahwa kondisi rumah bu Inggit dulunya sama seperti ini. Saat itu rumahnya sangat sederhana kalau tidak bisa dikatakan kurang terawat. Di akhir hayatanya, Bu Inggrit tetap selalu menyapa ramah setiap orang yang ingin membeli bedak Saripohaci-nya yang terkenal karena bisa menghaluskan kulit. Dengan cara itulah ia menafkahi hidupnya selain menjual jamu hingga Tuhan menjemputnya di tahun 1984.

Bacalah biografi Ibu Inggit yang sangat menyentuh yang dituturkan kembali oleh sastrawan Ramadhan KH, Kuantar ke Gerbang : Kisah Cinta Bu Inggit Dengan Bung Karno. Inggit adalah refleksi perempuan, yang kata orang Sunda disebut “istri binangkit” sempurna luar dalam. Dengan Inggit-lah Bung Karno melewati masa2 tersulitnya selama dipenjarakan Belanda di Banceuy dan Sukamiskin Bandung hingga di buang ke Ende dan Bengkulu. Inggit selalu berada di sampingnya. Bila revolusi Amerika menyisakan kisah cinta romantis antara John Quincy Adams (Presiden ke-2) dengan Abigail Adams, maka perjuangan kemerdekaan bangsa ini dihiasi kisah cinta Inggit dan Bung Karno.

Habeas Corpus

June 12, 2008

Harian umum Kompas (edisi cetak dengan judul Dinterogasi Polisi Amerika Serikat hal. 36) ) hari ini menurunkan feature tentang pengalaman wartawan Indonesia yang diinterogasi oleh Polisi di Amerika. Ia diciduk petugas keamanan setempat karena mengambil foto2 di Penn Station. Akhirnya ia dibebaskan setelah diinterview selama berjam-jam, tapi pengalaman diinterogasi polisi sana tentu sama sekali tidak menyenangkan. Salah2 kita bisa mendekam lebih lama di sana karena dicurigai sebagai antek teroris. Keamanan di Amerika memang ketat apalagi di setiap pintu masuk seperti airport, dan nama saya “Wahid” bisa mengundang mereka untuk mengenal lebih jauh siapa saya. (more…)

Jangan beli "Made in Amerika" di FO

June 8, 2008

Weekend di Bandung sambil belanja di factory outlet (FO) memang menyenangkan walaupun harus berjuang dengan kemacetan yang semakin parah. Ini posting singkat saja mengenai tips belanja di FO, supaya bisa mendapatkan barang asli dengan harga miring. Barang dari label yang branded banyak yang bertebaran di sini, baik yang asli apalagi yang pura2 original, seabrek.

Biasanya para pemilik FO mendapatkan barang dari sisa ekspor pabrik2 garmen. Mereka menyebutnya stock lot dan dijual dalam partai besar. Aturannya, sisa ekspor harus dicabut label dan berbagai penanda dari brand yang bersangkutan, tapi pada prakteknya banyak yang menjualnya dengan label lengkap. Kasus ini susah dilacak karena jaringannya rapi, jadi seperti membuka kotak pandora. Ribet. Selain itu label mudah didapatkan dan dijamin sama dengan merek asli. Tinggal tempel maka jadilah seperti produk asli. Lalu bagaimana membedakannya?

Tidak mudah, tapi beberapa tips di bawah ini moga bisa membantu :

Perhatikan label baik2. Kadang karena terlalu bersemangat memalsu sehingga mereka lupa menyebut “made in America” menjadi “Amerika”. Produk asli sisa ekspor biasanya tidak menyertakan label kertas seperti yang biasa kita lihat pada denim atau jeans. Jadi kalau label kertas masih bertebaran, bisanya jean tersebut dipastikan didapatkan di pasar Tanah Abang.

Kedua, kancing atau button. Barang branded selalu menyertakan mereknya ke bagian terkecil seperti kancing. Kalau ada brand “X” tapi kancingnya polos, sudah pasti itu produk jadi2an.

Ketiga zipper atau risleting. Sama dengan kancing, harus disertai dengan merek yang bersangkutan. kalau zippernya YKK atau malah polos, itu mah barang kodian.

Keempat Stich per inch. Ini istilah Quality Assurance dan agak susah dilihat. Praktisnya begini, semakin rapat jahitan, semakin yakin bahwa barang yang kita beli asli. Mengapa? Benang jahit itu mahal, dan konveksi rumahan berusaha menghematnya dengan melebarkan jarak jahitannya.

Kelima, label yang asal tempel. Coba lihat kemeja atau blouse yang sekedar menempel label. Biasanya label disertai dengan keterangan lain berupa kode2 angka. Jadi hindari beli barang FO yang hanya ada label tanpa keterangan apapun karena pemalsu seperti ini masih taraf amatir.

Terakhir, walau tidak menjamin keaslian barang, lihat benang yang masih belum digunting di bebebrapa bagian. Barang asli harus bersih dari uncut thread dan ini wajib hukumnya.

Tips di atas tidak menjamin kita selalu mendapatkan barang asli karena pemalsu sudah sedemikian canggih. Tapi setidaknya bisa dijadikan pedoman agar tidak tertipu membelanjakan uang hanya untuk beli barang non original.

Selamat belanja di FO.

Jangan beli “Made in Amerika” di FO

June 8, 2008

Weekend di Bandung sambil belanja di factory outlet (FO) memang menyenangkan walaupun harus berjuang dengan kemacetan yang semakin parah. Ini posting singkat saja mengenai tips belanja di FO, supaya bisa mendapatkan barang asli dengan harga miring. Barang dari label yang branded banyak yang bertebaran di sini, baik yang asli apalagi yang pura2 original, seabrek.

Biasanya para pemilik FO mendapatkan barang dari sisa ekspor pabrik2 garmen. Mereka menyebutnya stock lot dan dijual dalam partai besar. Aturannya, sisa ekspor harus dicabut label dan berbagai penanda dari brand yang bersangkutan, tapi pada prakteknya banyak yang menjualnya dengan label lengkap. Kasus ini susah dilacak karena jaringannya rapi, jadi seperti membuka kotak pandora. Ribet. Selain itu label mudah didapatkan dan dijamin sama dengan merek asli. Tinggal tempel maka jadilah seperti produk asli. Lalu bagaimana membedakannya?

Tidak mudah, tapi beberapa tips di bawah ini moga bisa membantu :

Perhatikan label baik2. Kadang karena terlalu bersemangat memalsu sehingga mereka lupa menyebut “made in America” menjadi “Amerika”. Produk asli sisa ekspor biasanya tidak menyertakan label kertas seperti yang biasa kita lihat pada denim atau jeans. Jadi kalau label kertas masih bertebaran, bisanya jean tersebut dipastikan didapatkan di pasar Tanah Abang.

Kedua, kancing atau button. Barang branded selalu menyertakan mereknya ke bagian terkecil seperti kancing. Kalau ada brand “X” tapi kancingnya polos, sudah pasti itu produk jadi2an.

Ketiga zipper atau risleting. Sama dengan kancing, harus disertai dengan merek yang bersangkutan. kalau zippernya YKK atau malah polos, itu mah barang kodian.

Keempat Stich per inch. Ini istilah Quality Assurance dan agak susah dilihat. Praktisnya begini, semakin rapat jahitan, semakin yakin bahwa barang yang kita beli asli. Mengapa? Benang jahit itu mahal, dan konveksi rumahan berusaha menghematnya dengan melebarkan jarak jahitannya.

Kelima, label yang asal tempel. Coba lihat kemeja atau blouse yang sekedar menempel label. Biasanya label disertai dengan keterangan lain berupa kode2 angka. Jadi hindari beli barang FO yang hanya ada label tanpa keterangan apapun karena pemalsu seperti ini masih taraf amatir.

Terakhir, walau tidak menjamin keaslian barang, lihat benang yang masih belum digunting di bebebrapa bagian. Barang asli harus bersih dari uncut thread dan ini wajib hukumnya.

Tips di atas tidak menjamin kita selalu mendapatkan barang asli karena pemalsu sudah sedemikian canggih. Tapi setidaknya bisa dijadikan pedoman agar tidak tertipu membelanjakan uang hanya untuk beli barang non original.

Selamat belanja di FO.

Cheap & Chic

June 5, 2008

Enaknya kerja di perusahaan retail yang core bisnisnya fashion adalah cara berpakaian di kantor. Bebas tanpa dress code tertentu, tapi harus tetap smart. Kalau amburadul, ya bikin malu juga, merusak image perusahaan. Pakaian kebesaran kami dalam acara resmi hanya jas, kemeja putih, plus jean, tanpa dasi (haram), dan sepatu model klasik supaya aman. Kalau sehari-hari sih, polo shirt plus jean. Yang perempuan sama saja tuh. Enak kan? Dulu pernah kerja di perusahaan yang mewajibkan pakai dasi. Gaya sih, tapi rasanya jadi aneh. Saya kagum sama orang yang kuat dicekik lehernya selama 8 jam dengan sepotong kain ini apalagi di Jakarta yang panas.

Kalau lagi ke Amerika, kadang2 kami diskusi dengan para desainer yang sering gonta ganti orangnya karena kata Heidy Klum, supermodel pembaca acara Project Runway, dalam dunia fashion berlaku adagium, one day you’re in, next day you’re out. Jadi wisdom apa yang saya peroleh selama bekerja di perusahaan fashion ini ?

(more…)

Unalienable Rights

June 1, 2008

Jonathan Swift (novelis Irlandia pengarang Guliver’s Travels) sangat benar kalau melihat betapa sebagian orang sudah kerasukan mengambil peran Tuhan. Posting singkat ini cuma ingin melepas amarah saya atas anarkisme para tuhan jalanan (FPI) yang menggebuki orang dari Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan karena masalah perbedaan keyakinan siang tadi di lapangan Monas Jakarta. Saya kira, Tuhan yang mereka sembah adalah wajah sang Pencipta yang penuh murka, bukan sesembahan yang menebar kasih dan harapan.

Saya tidak punya kompetensi teologis agama manapun. Kedua, saya tidak mau ambil pusing dengan agama atau kepercayaan yang dianut orang. Itu hak paling pribadi setiap individu, jadi mau beragama atau bahkan ateis sekalipun, not my damn business. Bukankah Tuhan nanti yang akan memutuskan absolute truth tentang berbagai eskpressi keberagamaan manusia di dunia ?

Boleh tidak suka, tapi negara kesatuan ini belum mampu melindungi kalangan minoritas sebagaimana amanat konstitusi. Tekanan massa dan ketakutan kehilangan kantung suara yang tidak seberapa di arena pemilu nanti membuat para penguasa jadi lembek. Lebih tepatnya impoten (excuse my French please). Atau malah penguasa justru lagi bersenandung gembira karena amuk massa adalah berita sexy untuk sekedar mengalihkan kesusahan orang2 karena BBM naik.

Jangankan jadi Tuhan, jadi manusiapun sudah susah hidup di negeri ini. Salam.