Kolega saya perempuan dari Singapura tertahan di imigrasi bandara gara2 sepucuk surat yang diminta oleh petugas di sana. Ia panik dan menelepon saya karena akan dideportasi. Ia juga sama sekali tidak memahami kemauan petugas karena selama ini tidak pernah ada masalah. Yang lebih gawat saya juga tidak paham masalah aturan imigrasi di Indonesia. Oooops.
Saya minta ia memberikan handphonenya ke petugas yang dengan galak seorang laki2 di sana menyahut, “Siapa ini !” Saya mencoba menjelaskan siapa saya dan ingin tahu apa masalah sebenarnya. Tanpa mau mendengar, ia langsung berkata, “Saya akan deportasi orang ini karena telah melanggar izin tinggalnya di Indonesia”. Anda tahu kelanjutan kisahnya, petugas di sana minta pelicin (grease money), mula2 dua juta, setelah nego akhirnya cuma setengahnya. Kami terpaksa nyogok kalau urusan tidak mau runyam. Mau main bersih? Hmmm, go to the sea (maksudnya ke laut aja) Di negeri ini, apa sih masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan uang?
Imigrasi adalah wajah terdepan bangsa ini dan bukan rahasia umum kalau mereka sering melakukan pemerasan kepada tamu asing yang baru pertama kali datang ke Indonesia. Hampir setiap saya tiba dari luar negeri selalu saja menyaksikan tingkah laku para petugas yang sudah tidak malu2 lagi dalam menjalankan aksinya.
Saat Indonesia belum punya hubungan diplomatik dengan Portugal karena isu Timor Timur, mendatangkan kolega dari sana hampir mustahil. Nama usaha “diplomasi” yang dijalankan oleh biro jasa kami di kantor Imigrasi Kuningan tentu saja membuahkan hasil. Dengan sedikit trick sang tamu yang ganteng nyaseperti George Clooney bisa bertandang ke Indonesia. Apalagi kalau bukan lembaran merah.
Setiap tamu kantor dari luar negeri yang mengeluh kepada saya tentang prilaku petugas Imigrasi, saya hanya diam. Malu. Rasanya birokrat kita sudah saatnya harus direformasi besar2an. Mind set-nya yang yang jadoel harus dirombak, jumlah pegawainya seperlunya saja, plus sistem layanan yang publik yang terukur, kalau seminggu ya 7 hari. Tidak ada pembayaran cash, semua harus transfer lewat bank, pokoknya e-government.
Setiap bulan diaudit oleh tim independen, kalau ketahuan di sogok, ya dipecat. Terus ada hot line dimana setiap orang bisa melaporkan prilaku birokrat yang tidak terpuji dan akan di follow-up oleh team independen juga. Tidak ada lagi proses panjang untuk mem PHK mereka, karena selama ini mereka selalu berasumsi bahwa pegawai negeri tak mungkin bisa dipecat.
Itu hanya lamunan saya sebelum tidur karena namanyanya juga khayalan, jadi entah kapan akan terwujud. Kita hanya bisa iri dengan abdi negara yang bersih dan berintegritas tinggi seperti di Singapura dan Hong Kong. Kedua negara ini juga sama menghadapi masalah korupsi besar2an di tahun 60-an, tapi yang membedakannya mereka punya nyali untuk membereskannya. Itu kita tidak punya. Guts !
Tags: birokrat indonesia, kantor imigrasi, korupsi imigrasi, layanan buruk imigrasi, petugas imigrasi
March 26, 2008 at 3:13 am
Aww, malunya! Saya pernah mendarat dari Singapore di Surabaya, kebetulan satu pesawat dengan banyak TKI – yang hebatnya, bisa bahasa Inggris dan Mandarin. Waktu passport saya selesai dicap di custom counter, belum juga buku itu saya tutup dan belum juga saya beranjak pergi, petugas dengan tampang seram menghantam meja dan berteriak keras, “AYO CEPAT!” Saya kaget, kirain dia berteriak ke saya – dan saya siap meladeni (yuuk, mari adu mental preman hahaha), tapi ternyata si oom kumis berteriak ke orang yang ada di belakang saya, yang dari perawakannya jelas-jelas seorang TKI. Sedih saya melihat situasi tersebut. Jelas-jelas orang itu tidak bersalah, jelas-jelas dia pahlawan devisa bangsa, baru mendarat saja sudah dapat perlakuan kasar….
Kapan ya, bangsa kita berbenah diri?
Sedih ya Mbak, karena pekerjaan saya banyak menyaksikan pengalaman menyedihkan para TKI yang seperti dibentak2 oleh para petugas tadi.
March 26, 2008 at 3:42 pm
ini menyangkut tradisi menyelamatkan muka yg biasa ada di lingkungan birokrat…rasanya di seluruh dunia tradisi ini ada tapi kayaknya cuma di timurlah hal2 seperti ini langgeng seperti malaysia, indonesia, jepang, dan sekitar…
sebaiknya bila ada abdi rakyat yg tersangkut masalah, kita tidak cuma harus memecat dia tapi juga menggantung dia di ruang publik agar menjadi orang2an sawah pengusir hama bagi pegawai yg lain (kalau bisa plus pendapat bapak sy : tembak aja sekaligus!” π )
He he he
March 26, 2008 at 9:04 pm
… Itu hanya lamunan saya sebelum tidur karena namanyanya juga khayalan, jadi entah kapan akan terwujud …
Itu kehendak kita semua … mari kita wujudkan mulai konsisten dari lingkungan terkecil. Soal petugas itu, hanya bisa diatasi dengan bangun sistem … itu yang tidak mampu dibangun pebijak republik ini. Nampaknya harus potong generasi.
Iya nih Pak Ersis, potong generasi merupakan tema yang diusung para mahasiswa saat lagi rame2nya demo.
March 26, 2008 at 11:34 pm
iya pak ersis…gamang jg liat situasi berlarut2 seolah reformasi tidak pernah terjadi…hmm soal putus generasi…ada dendam dalam dada liat bagaimana bangsa ini seolah tanpa nahkoda…,mungkin nanti saat generasi kami memegang kendali situasinya akan lebih baik…lebih benar menurut nurani rakyat…itu juga bila kami tidak ikut rusak karena ditempa situasi seperti ini..sy prbadi merasakannya karena sy melihat sy dan temen2 tumbuh lebih oportunis sekaligus apatis hehehe
March 27, 2008 at 12:06 am
ada pernah petugas bandara mencoba mempersulit saya dengan pertanyaan yang nggak masuk akal menurut saya karena paspor saya oke2 saja, saya khan mau masuk ke tanah air saya masak dipersulit, setelah suami saya mendekat dan tanya ada apa, maka dengan cepatnya dia memberikan lagi paspor dan mempersilahkan saya masuk , aneh.
Kapan ya mereka nyadar?
April 7, 2008 at 10:41 pm
I have tons of stories on the Medan airport dysfunctionality. Because of visa problem, my husband had to travel in and out every month on tourist visa. You won’t belive the trouble we went through every month. (my husband is an american). Since he has american passport, they saw him as a walking piggy bank. The last time we refused to pay, he called the American Consul who called head of immigration. The head called a big meeting and threatened to fire the guy who ask for “pelicin”.
Now my husband is glad that he is not living in Indonesia anymore and now I have to move with him too!
June 14, 2008 at 4:43 pm
Saya pernah diminta tetap membayar fiskal pada saat ke Qatar, padahal saya sudah memiliki resident permit…saat saya komplain, mereka beralasan saya belum mendaftarkan ke kedutaan besar Indonesia di Qatar..
June 16, 2008 at 3:45 pm
hehehehe…iya betul mas. Disaat saya ribet bawa 3 anak dengan si kecil yang lari kesana kemari, saya pasrah aja…males ribut mas..untung cuma saya yg bayar fiskal, 3 anak saya saat itu masih bebas fiskal, coba kalo kena semuanya..(katanya bisa bayar pake kartu kredit ya?)
June 17, 2008 at 10:07 pm
Memang sayang mas kehilangan 1 jt..tapi untungnya saya orang jawa yang selalu merasa beruntung…untung cuma sejuta, coba kalo harus bayar 4 jt…nah kan..:))
July 24, 2008 at 9:59 pm
Kapan yaa Bangsa ini bisa sadar?
ketidak adilan dimana-mana, kadang Abdi Negara dipersalahkan dengan lemahnya mental dan moril, kadang anak-anak dipersalahkan akan sikapnya yang brutal minim sopan santun. Nah ini mungkin saatnya bagi anda, saya,dan mereka untuk mulai membenahi cara berpikir kita mendidik anak, agar dimasa depan kesalahan tersebut (*Korupsi, Kriminal, Kebodohan, Kemalasan, dan keburukan lainnya) tidak terulang lagi.
January 23, 2009 at 12:56 am
di sini uang yg bcra, penderitaan dimana2. hanya uang yg bicara. i hate it!
March 24, 2009 at 10:44 am
ya begitulah nasib indonesia
July 7, 2009 at 2:29 am
emang susah ya jadi abdi negara.. di komplain truss.. ga dari negeri sendiri,ga orang asing nya.. apakah anda pernah merasakan posisi anda sebagai abdi negara??