Manakala manusia sudah kehilangan kebebasan

father-peter.jpg

Bacalah buku The Narrative of Frederic Douglass, an American Slave, sebuah karya satra Amerika tentang kisah hidup seorang budak dalam perjalanannya menuju kebebasan. Buku ini adalah karya sastra yang paling menyentuh yang pernah saya baca saat kuliah pasca sarjana di UI dibandingkan dengan kisah2 perbudakan lainnya.

Saya mencoba merasakan betapa manusia sudah tidak berharga manakala kebebasannya sudah dirampas seumur hidup pun untuk keturunannya kelak. Itulah pesan moral yang dicoba untuk disampaikan oleh buku ini bahwa kebebasan, freedom, esensi yang paling berharga dalam kehidupan manusia. They may take our life, but not our freedom ! kata pahlawan Skotlandia William Wallace saat pasukannya berhadapan dengan Inggris dalam film Braveheart.

Posting ini bukan review buku atau film di atas, saya hanya mencoba berbagi cerita dari pengalaman pribadi tentang manusia2 yang terampas kebebasannya, dianiaya, sudah kehilangan harga dirinya, banyak juga yang sudah kehilangan akal sehatnya, dan mayoritas adalah perempuan yang merupakan korban dari perdagangan manusia di Indonesia.

Siapapun yang membaca blog ini, diharapkan waspada bahwa isu human trafficking begitu dekat dengan kehidupan kita dan jangan sampai saudara kita yang tinggal di kampung terbuai oleh janji palsu para sponsor pengerah tenaga kerja. Cara mereka sudah seperti mafia dengan memanfaatkan keluguan dan keinginan untuk cepat kaya para perempuan karena himpitan ekonomi di desa.

Dalam rentang hampir 10 tahun pekerjaan yang sudah dilakoni, saya bukan hanya mewawancara pekerja dari Indonesia, tapi juga dari berbagai negara. Semua polanya sama, baik di desa Tulung Agung Jawa Timur, pelosok desa di Bangladesh, Nepal, India, perkampungan kumuh di Thailand, atau Filipina.

Yang beruntung mereka akan diangkut dengan pesawat terbang, sebagian dengan kapal laut, dan yang sial seperti pekerja Indonesia harus diselundupkan melalui jalan darat di Kalimantan melalui berbagai wilayah perbatasan. Sebagian sudah saya ceritakan dalam posting saya di sini, sini, dan sini, serta protes pribadi saya ke Kerajaan Saudi Arabia di sini. Tulisan ini merupakan sambungan dari posting2 sebelumnya sebagai upaya untuk sharing menyebarluaskan informasi tentang human trafficking dalam berbagai bentuknya.

Kisah dari Taiwan, sekelompok pekerja perempuan dari Indonesia yang harus banting tulang seminggu secara terus menerus dalam jam kerja yang panjang plus perlakukan yang tidak manusiawi dari majikan dan mereka sudah putus asa. Sebagian dari mereka adalah korban dari bujuk rayu para agen pengerah tenaga kerja di Indonesia setelah membayar biaya jutaan rupiah. Paspornya di tahan oleh majikan, praktis mereka tidak bisa melarikan diri di negara dengan bahsa yang tidak mereka pahami sama sekali.

Akhirnya mereka kabur tanpa paspor dengan segala resikonya dan untungnya melarikan diri ke sebuah tempat penampungan yang dikelola oleh seorang pastor Jesuit dari Vietnam yang ditugaskan di Taiwan (saya kagum dengan organisasi Katolik ini, lihat posting saya Mereka Balita & Kena Aids). Sang Pastor dengan sukarela menolong mereka dan memberikan bantuan untuk membebaskan para pekerja malang itu. Namanya Father Peter Ngu Yen, dan saya beruntung bisa berdiskusi seharian dengan beliau saat ia diundang khusus oleh perusahaan kami di Singapore. Ia menceritakan bagaimana pekerja yang melarikan diri itu sangat ketakutan dan banyak diantaranya yang depresi.

Kesimpulannya begini, coba bayangkan bila anda sendirian di luar negeri, ditipu oleh agen, paspor ditahan sebelum hutang lunas untuk hutang yang tiba2 dibebankan kepada anda. Sebagai gantinya anda harus bekerja keras, sebagian ditipu untuk menjadi wanita penghibur, ditambah dengan makian, hinaan, dan siksaan fisik dari majikan yang tidak segan2 untuk melakukan apa saja supaya anda “bekerja”.

Tidak tanpa tahu kemana harus minta tolong karena semua akses ke luar ditutup dan harus pasrah menerima mimpi buruk yang terus berulang setiap hari. Makanya sebagian orang yang saya wawancara sudah kehilangan kesadarannya sebagai manusia normal karena tekanan psikis yang luar biasa. Masih mau cerita yang lain?

Tags: , , ,

4 Responses to “Manakala manusia sudah kehilangan kebebasan”

  1. Ersis Warmansayah Abbas Says:

    Ya ya … menyentuh … kalimat bagus … Makanya sebagian orang yang saya wawancara sudah kehilangan kesadarannya sebagai manusia normal karena tekanan psikis yang luar biasa.

    Masih mau cerita yang lain? (mau dong Mas Ton, EWA).

    Nanti saya posting lagi sebagai bagian dari penyebaran informasi mengenai human trafficking. Salam pak Ersis.

  2. uwiuw Says:

    sy ngak mau cerita yg lain…terlalu banyak kenyataan bisa biin orientasi melihat hidup jadi beban….bloody hell, i’m 25 and i want to have fun….is it something to selfish ?

    tapi memang miris melihat nasib saudara sebangsamu seperti seonggok daging di atas panci 😦

    Memang menyedihkan, tapi ini adalah pekerjaan yang saya lakoni selama ini.

  3. aNdRa Says:

    “They may take our life, but not our freedom”
    ———————
    Kalimat ini sangat menyentuh di hati saya. Saya memang belum mengerti banyak seluk-beluk human trafficking, sekilas kisah2nya membuat hati perih. Dalam bbrp konflik kehidupan sehari-hari, rasanya kalimat ini pas juga. Terkadang terlintas pikiran apatis ‘lebih baik mati daripada mengorbankan harga diri’. 😀

    Masih banyak kisah memilukan lainya, lewat blog ini minimal saya ingin send the mesage akan betapa kejamnya para mafia penjualan manusia. Drugs atau narkotik sebagai barang dagangan akan habis, tapi tidak tubuh manusia sebelum dia mati.

  4. putri Says:

    pak,,maz,,abang,,ato sy panggil spa y,,,
    emag sch lok da bicarain ttg human trafficking sk ngiris sndr lok ngebayangin tu trjd ma qt atau keluarga qt ndr,,,,
    pak mo dng d postingkan faktor2 n usaha apa aja yang sudah dilakukan sama pemerintah untuk mengantisipasinya

Comments are closed.


%d bloggers like this: